BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Konseling adalah suatu
proses pemberian bantuan yang terjadi dalam hubungan antara konselor dan klien.
Dengan tujuan mengatasi masalah klien dengan cara membelajarkan dan
memberdayakan klien. Untuk memperoleh pemahaman dan pencapain tujuan dalam
konseling, faktor utama yang mempengaruhi yaitu bahasa merupakan alat yang
sangat penting. Bila terjadi kesulitan dalam mengkomunikasikan apa yang
diinginkan dan dirasakan oleh klien, dan kesulitan menangkap makna ungkapan
pikiran dan perasaan klien oleh konselor, maka akan terjadi hambatan dalam proses
konseling.
Proses
konseling memperhatikan, menghargai, dan menghormati
unsur-unsur kebudayaan tersebut. Pengentasan masalah individu sangat mungkin
dikaitkan dengan budaya yang mempengaruhi individu. Pelayanan konseling menyadarkan
klien yang terlibat dengan budaya tertentu; menyadarkan bahwa permasalahan yang
timbul, dialami bersangkut paut dengan unsur budaya tertentu, dan pada akhirnya
pengentasan masalah individu tersebut perlu dikaitkan dengan unsur budaya yang
bersangkutan.
Pada makalah ini, akan membahas tentang hakikat
budaya dalam konseling lintas budaya, yang mana akan menjelaskan mengenai makna
budaya serta makna konseling lintas
budaya.
1.2.Rumusan
Masalah
1. Apa
itu budaya?
2. Apa
itu konseling lintas budaya?
1.3.Tujuan
Agar kita mengerti serta dapat
menerapkan materi mengenai konseling lintas budaya pada saat di lapangan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Makna
Budaya
Kebudayaan
berasal dari bahasa sanskerta, yaitu buddyhayah
yang merupakan bentuk jamak dari buddi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi-akal. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari
kata latin colere, yaitu megelol atau
mengerjakan. Dalam bahasa Belanda, cultuur
berarti sama denga culture. Culture atau cultuur bisa diartikan sebagai mengelola tanah atau berani. Denggan
demikian kata budaya ada hubungannya dengan kemampuan manusia dalam mengelola
sumber-sumber kehidupan, dalam hal ini pertania. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa
Indonesia.
Tokoh
pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara (1977) memberikan definisi budaya
sebagai berikut: budaya berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan
manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan jaman (kodrat dan
masyarakat), dalam mana terbukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi
berbagai-bagai rintangan dan kesukaran didalam hidup penghidupannya, guna
mencapai keselamatan dan kebahagiaan, yang pada akkhirnya bersifat tertip dan
damai.
Menurut
koetjaraningrat (1997:94) menjelaskan budaya dapat dimaknai sebagai keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang diperoleh dari hasil
belajar dlaam kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik manusia itu sendiri.
Dari
penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan sebagai sistem
pengetahuan yang meliputi sistem idea tau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
2.2.Makna
Konseling Lintas Budaya
Konsleing
lintas budaya (cross-culture counseling)
mempunyai arti suatu hubungan dalam mana dua peserta atau lebih, berbeda dalam
latarbelakang budaya, nilai-nilai dan gaya hidup (Sue et al dlaam Suzette et
all 1991; Atkinson, dalam Herr, 1939).
Dari
pendapat di atas, maka konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika antara
konselor dan klien mempunyai perbedaan. Konseling lintas budaya akan dapat
terjadi jika konselor dan klien memiliki perbedaan nilai-nilai, keyakinan,
perilaku dan lain sebagainya.
Pelayanan
konseling hakikatnya merupakan proses pemberian bantuan dengan menerapkan
prinsip-prinsip psikologi. Secara praktis dalam kegiatan konseling akan terjadi
hubungan antara satu dengan individu lainnya(konsleor dengan klien). Dalam hal
in individu tersebut berasal dari lingkungan yang berbeda dan memiliki
budayanya masing-masing. Oleh karena itu, dalam proses konseling tidak dapat
dihindari adanya keterkaitan unsur-unsur budaya.
Dalam
pengkajian isu tentang budaya, Locke dalam Brown (1988) mengemukakan tiga unsur
pokok dalam konseling lintas budaya, yaitu :
1. Individu
adalah penting dan khas
2. Konselor
membawa nilai-nilai yang berasal dari lingkungan budayanya
3. Klien
yang datang menemui konselor juga membawa seperangkat nilai dan sikap yang
mencerminkan budayanya.
Selanjutnya
Brown menyatakan bahwa keberhasilan bantuan konseling sangat dipengaruhi
oleh factor-faktor bahasa, nilai, stereotype, kelas sosial, suku, dan juga
jenis kelamin. Menurut Sue, faktor-faktor budaya yang berpengaruh
dalam dalam konseling adalah pandangan mengenai sifat hakikat manusia,
orientasi waktu, hubungan dengan alam, dan orientasi tindakan. Sehubungan
dengan hal tersebut, Clemon E. Vontres dalam dialognya dengan Morris Jacson
mengemukakan bahwa budaya terdiri dari lima lingkaran sosialisasi yang
melingkupi dan mempengaruhi sikap, nilai-nilai dan buhasa. Lima lingkup yang
dimaksud meliputi: interaksi universal (dunia), ekologi nasional (negara),
regional, ras, dan etnis. Unsur-unsur tersebut mempengaruhi manusia sebagai
individu dalam berbagai bentuk kondisi.
Dari
paparan di atas dapat dianalisis bahwa unsur-unsur pokok yang perlu
diperhatikan dalam konseling lintas budaya adalah sebagai berikut:
1.
Klien sebagai individu yang unik, yang
memiliki unsur-unsur budaya tertentu yang berpengaruh pada sikap, bahasa,
nilai-nilai, pandangan hidup, dan sebagainya.
2.
Konselor sebagai individu yang unik juga
tidak terlepas dari pengaruh unsure-unsur budaya seperti halnya klien yang
dilayani.
3.
Dalam hubungan konseling konselor harus
menyadari unsur-unsur tersebut dan menyadari bahwa unsur-unsur budaya itu akan
mempengaruhi keberhasilan proses konseling.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Kebudayaan
sebagai sistem pengetahuan yang meliputi sistem idea tau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu
bersifat abstrak. Sedangkan konsleing lintas budaya merupakan proses pemberian
bantuan yang mana antara konselor dengan klien memiliki latar belakang budaya
yang berbeda, seperti nilai-nilai, kepercayaan, dan lain-lainnya.
3.2.Saran
Agar dalam
pemberian pelayanan konseling kepada klien yang berbeda budayanya dapat
berjalan dengan baik, sebaiknya kita menggunakan bahasa
persatuan kita yaitu bahasa Indonesia.
persatuan kita yaitu bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
David matsumoto. 1994. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta;
Pustaka Pelajar.( terjemahan: Anindita Aditma).
Herimanto dan winarno. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta;
Bumi Aksara.
makasih atas ilmunya :)
BalasHapus