Senin, 10 September 2012

hakikat budaya dalam konseling lintas budaya


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang terjadi dalam hubungan antara konselor dan klien. Dengan tujuan mengatasi masalah klien dengan cara membelajarkan dan memberdayakan klien. Untuk memperoleh pemahaman dan pencapain tujuan dalam konseling, faktor utama yang mempengaruhi yaitu bahasa merupakan alat yang sangat penting. Bila terjadi kesulitan dalam mengkomunikasikan apa yang diinginkan dan dirasakan oleh klien, dan kesulitan menangkap makna ungkapan pikiran dan perasaan klien oleh konselor, maka akan terjadi hambatan dalam proses konseling.
Proses konseling memperhatikan, menghargai, dan menghormati unsur-unsur kebudayaan tersebut. Pengentasan masalah individu sangat mungkin dikaitkan dengan budaya yang mempengaruhi individu. Pelayanan konseling menyadarkan klien yang terlibat dengan budaya tertentu; menyadarkan bahwa permasalahan yang timbul, dialami bersangkut paut dengan unsur budaya tertentu, dan pada akhirnya pengentasan masalah individu tersebut perlu dikaitkan dengan unsur budaya yang bersangkutan.
Pada makalah ini, akan membahas tentang hakikat budaya dalam konseling lintas budaya, yang mana akan menjelaskan mengenai makna budaya serta makna konseling lintas  budaya.
1.2.Rumusan Masalah
1.      Apa itu budaya?
2.      Apa itu konseling lintas budaya?
1.3.Tujuan
Agar kita mengerti serta dapat menerapkan materi mengenai konseling lintas budaya pada saat di lapangan.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Makna Budaya
Kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta, yaitu buddyhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi-akal. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu megelol atau mengerjakan. Dalam bahasa Belanda, cultuur berarti sama denga culture. Culture atau cultuur bisa diartikan sebagai mengelola tanah atau berani. Denggan demikian kata budaya ada hubungannya dengan kemampuan manusia dalam mengelola sumber-sumber kehidupan, dalam hal ini pertania. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.
Tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara (1977) memberikan definisi budaya sebagai berikut: budaya berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan jaman (kodrat dan masyarakat), dalam mana terbukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai-bagai rintangan dan kesukaran didalam hidup penghidupannya, guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan, yang pada akkhirnya bersifat tertip dan damai.
Menurut koetjaraningrat (1997:94) menjelaskan budaya dapat dimaknai sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang diperoleh dari hasil belajar dlaam kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik manusia itu sendiri.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan sebagai sistem pengetahuan yang meliputi sistem idea tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.




2.2.Makna Konseling Lintas Budaya
Konsleing lintas budaya (cross-culture counseling) mempunyai arti suatu hubungan dalam mana dua peserta atau lebih, berbeda dalam latarbelakang budaya, nilai-nilai dan gaya hidup (Sue et al dlaam Suzette et all 1991; Atkinson, dalam Herr, 1939).
Dari pendapat di atas, maka konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika antara konselor dan klien mempunyai perbedaan. Konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika konselor dan klien memiliki perbedaan nilai-nilai, keyakinan, perilaku dan lain sebagainya.
Pelayanan konseling hakikatnya merupakan proses pemberian bantuan dengan menerapkan prinsip-prinsip psikologi. Secara praktis dalam kegiatan konseling akan terjadi hubungan antara satu dengan individu lainnya(konsleor dengan klien). Dalam hal in individu tersebut berasal dari lingkungan yang berbeda dan memiliki budayanya masing-masing. Oleh karena itu, dalam proses konseling tidak dapat dihindari adanya keterkaitan unsur-unsur budaya.
Dalam pengkajian isu tentang budaya, Locke dalam Brown (1988) mengemukakan tiga unsur pokok dalam konseling lintas budaya, yaitu :
1.      Individu adalah penting dan khas
2.      Konselor membawa nilai-nilai yang berasal dari lingkungan budayanya
3.      Klien yang datang menemui konselor juga membawa seperangkat nilai dan sikap yang mencerminkan budayanya.
Selanjutnya Brown menyatakan bahwa keberhasilan bantuan konseling sangat dipengaruhi oleh factor-faktor bahasa, nilai, stereotype, kelas sosial, suku, dan juga jenis kelamin. Menurut Sue, faktor-faktor budaya yang berpengaruh dalam dalam konseling adalah pandangan mengenai sifat hakikat manusia, orientasi waktu, hubungan dengan alam, dan orientasi tindakan. Sehubungan dengan hal tersebut, Clemon E. Vontres dalam dialognya dengan Morris Jacson mengemukakan bahwa budaya terdiri dari lima lingkaran sosialisasi yang melingkupi dan mempengaruhi sikap, nilai-nilai dan buhasa. Lima lingkup yang dimaksud meliputi: interaksi universal (dunia), ekologi nasional (negara), regional, ras, dan etnis. Unsur-unsur tersebut mempengaruhi manusia sebagai individu dalam berbagai bentuk kondisi.
Dari paparan di atas dapat dianalisis bahwa unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam konseling lintas budaya adalah sebagai berikut:
1.       Klien sebagai individu yang unik, yang memiliki unsur-unsur budaya tertentu yang berpengaruh pada sikap, bahasa, nilai-nilai, pandangan hidup, dan sebagainya.
2.       Konselor sebagai individu yang unik juga tidak terlepas dari pengaruh unsure-unsur budaya seperti halnya klien yang dilayani.
3.       Dalam hubungan konseling konselor harus menyadari unsur-unsur tersebut dan menyadari bahwa unsur-unsur budaya itu akan mempengaruhi keberhasilan proses konseling.















BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Kebudayaan sebagai sistem pengetahuan yang meliputi sistem idea tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan konsleing lintas budaya merupakan proses pemberian bantuan yang mana antara konselor dengan klien memiliki latar belakang budaya yang berbeda, seperti nilai-nilai, kepercayaan, dan lain-lainnya.
3.2.Saran
Agar dalam pemberian pelayanan konseling kepada klien yang berbeda budayanya dapat berjalan dengan baik, sebaiknya kita menggunakan bahasa
persatuan kita yaitu bahasa Indonesia.












DAFTAR PUSTAKA
David matsumoto. 1994. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.( terjemahan: Anindita Aditma).
Herimanto dan winarno. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta; Bumi Aksara.
Sa’duddin. 201. Konseling Lintas Budaya. http://desailmu.blogspot.com. Selasa, 11 oktober 2011.
Wahid Suharmawan. 2010. Konseling Linta Budaya. http://konselorIndonesia.com. November 2010.
Ifdil. 2011. Konseling lintas budaya. http://konselingindonesia.com. Kamis, 1- Februari 2011.

1 komentar: