Kamis, 22 Maret 2012

kedudukan dan prinsip umum evaluasi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Evaluasi merupakan suatu proses sistematis membandingkan atau menggunakan hasil pengukuran dan cara lainnya terhadap norma sehingga melahirkan suatu keputusan.
Untuk dapat memberikan gambaran yang maksimal tentang kegiatan belajar mengajar, perlu dilakukan penilaian yang benar, baik ditinjau dari komponen evaluasi itu sendiri maupun dari prinsip-prinsip evaluasi yang domain. Dalam proses pendidikan disekolah atau dalam proses belajar mengajar evaluasi itu berada pada beberapa posisi, sesuai dengan konsep pengajaran yang dianut.
1.2.Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kedudukan evaluasi hasil belajar dalam evaluasi pendidikan?
2.      Apasaja prinsip-prinsip umum evaluasi?
1.3.Tujuan
Agar kita dapat mngetahui serta memahami kedudukan serta prinsip dari evaluasi hasil belajar dalam evaluasi pendidikan.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Kedudukan Evaluasi Hasil Belajar dalam Evaluasi Pendidikan
Kedudukan evaluasi dalam belajar dan pembelajaran sungguh sangat penting, dan bahkan dapat dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan keseluruhan proses belajar dan pembelajaran. Penting karena dengan evaluasi diketahui apakah belajar dan pembelajaran tersebut telah mencapai tujuan ataukah belum. Dengan evaluasi juga akan diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tersebut berhasil dart faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tidak atau belum berhasil. Tidak hanya itu, dengan evaluasi juga diketahui dimanakah letak kegagalan dan kesuksesan belajar dan pembelajaran. Padahal dikehuinya hal tersebut, akan dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam mengadakan perbaikan belajar duo pembelajaran.
Evaluasi juga punya kedudukan yang tak terpisahkan dari belajar dan pembelajaran secara keseluruhan, karena strategi belajar dan pembelajaran, proses belajar dan pembelajaran menempatkan evaluasi sebagai salah satu langkahnya. Hampir semua ahli prosedur sistem instruksional menempatkan evaluasi ini sebagai langkah-langkahnya.
2.2.Prinsip-prinsip Umum Evaluasi
a.       Evaluasi yang baik bersifat komprehensif dan internal
Prinsip ini menunjukkan pada betapa pentingnya cakupan yang luas dari alat ukur yang digunakan, sesuai dengan materi pelajaran. Cakupan itu bukan semata-mata dilihat dari luas materi yang di ujikan, tetapi juga domain (aspek) yang diukur.
b.      Evaluasi hendaklah kontinu
Evaluasi yang baik bukanlah dilakukan pada awal dan akhir suatu kegiatan saja atau sesuatu bersifat sewaktu atau momentum, melainkan hendaklah dilakukan secara terus menerus. Evaluasi yang dilakukan secara tidak kontinu, kurang dapat merekam semua keadaan dalam proses belajar mengaja, sehingga hasil evaluasi itu belum dapat menggambarkan hasil belajar secara keseluruhan.
c.       Evaluasi yang baik bersifat objektif
Hasil belajar yang terkumpul dengan  menggunakan alat ukur selanjutnya ditafsirkan dengan jelas dan tegas, serta tidak memihak. Artinya, gambaran hasil belajar itu tidak dipengaruhi oleh factor-faktor lain di luar hasil yang dicapai siswa. Hendaknya ada patokan atau norma yang jelas dengan klasifikasi yang tegas, sehingga apa yang di dapat siswa itu akan menjamin ketepatan kecakapan siswa yang sebenarnya.
d.      Evaluasi yang baik berpijak pada tujuan yang jelas
Perumusan tujuan yang jelas dan mendapat prioritas, akan dapat membantu terwujudnya evaluasi kegiatan belajar yang baik. Tujuan itu hendaklah terjabar dengan baik, jelas dan mudah diukur atau dinilai, sehingga dapat memberi bimbingan dalam menyusun alat ukur yang tepat.
e.       Evaluasi yang baik menggunakan alat ukur yang ganda dan sahih
Tidak ada alat penilaian tunggal yang dapat menilai semua kemajuan siswa dalam belajar. Untuk  menilai pengetahuan dapat digunakan tes dalam bentuk true false: tetapi bentuk ini tidak baik digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman, keterampilan berpikir atau perubahan sikap siswa. Untuk  yang terakhir itu, guru hendaklah mencari atau menyusun alat ukur lain yang lebih cock. Oleh karena itu gunakan bermacam-macam tipe alat ukur atau alat penilaian, sehingga dapat merangkum semua yang dibutuhkan sesuai dengan keadaan siswa yang sesungguhnya.
f.       Evaluasi yang baik hendaknya dilakukan oleh suatu tim
Cara ini dapat mengurangi beberapa subjektivitas yang mungkin timbul dibanding dengan apabila penilaian itu dilakukan oleh satu orang saja.
g.      Evaluasi bukanlah tujuan, melainkan adalah cara untuk mencapai suatu tujuan.
Banyak kesalahan yang mungkin terjadi pada alat penilaian yang dipakai. Kesalahan pertama aka nada pada waktu menyusun instrument. Kesalahan lain terletak pada betulkah yang diuji telah mencakup semua aspek ataukah aspek-aspek yang dimunculkan itu telah mewakili keadaan yang sebenarnya? Mengingat kelemahan-kelemahan mungkin terjadi, baik pada alat ukur maupun asepk yang dinilai, maka hendaklah di pandang bahwa penilaian itu adalah untuk menyediakan informasi tentang siswa yang digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan.
Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat antara tiga komponen, yaitu : Tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran atau KBM, dan evaluasi.
1.      Hubungan antara tujuan dengan KBM
Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai.
2.      Hubungan antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpuln data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai.
3.      Hubungan antara KBM dengan evaluasi
Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan.
Gronlund mengemukakan enam prinsip penilaian, yaitu tes hasil belajar hendaknya:
1.      mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan  tujuan pembelajaran,
2.      mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran,
3.      mencakup jenis-jenis pertanyaan/soal yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan,
4.      direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang akan digunakan secara khusus,
5.      dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati, dan
6.      dipakai untuk memperbaiki hasil belajar.
Sejalan dengan pendapat di atas, Nana Sujana mengemukakan bahwa penilaian hasil belajar hendaknya:
1.      dirancang sedemikian rupa sehingga jelas kemampuan yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan iterpretasi hasil penilaian,
2.      menjadi bagian yang integral dari proses belajar mengajar,
3.      agar hasilnya obyektif, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif,
4.      diikuti dengan tindak lanjutnya.













BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa kedudukan evaluasi dalam belajar dan pembelajaran sungguh sangat penting, dan bahkan dapat dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan keseluruhan proses belajar dan pembelajaran. Sedangkn prinsip-prinsip evaluasi yaitu:
a.       Evaluasi yang baik bersifat komprehensif dan internal
b.      Evaluasi hendaklah kontinu
c.       Evaluasi yang baik bersifat objektif
d.      Evaluasi yang baik berpijak pada tujuan yang jelas
e.       Evaluasi yang baik menggunakan alat ukur yang ganda dan sahih
f.       Evaluasi yang baik hendaknya dilakukan oleh suatu tim
g.      Evaluasi bukanlah tujuan, melainkan adalah cara untuk mencapai suatu tujuan.
3.2.Saran
Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan dan dijadikan sebagai bahan untuk menambah informasi bagi pembaca maupun bagi pemakalah sendiri.













DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. A. Muri Yusuf, M.Pd. 1998. Dasar-dasar dan Teknik Evaluasi Pendidikan. FIP IKIP: Padang.
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi Revisi). Jakarta ; Bumi aksara.
Ari Juniar Susanto.2011. Makalah Kedudukan Evaluasi dalam Proses Pendidikan. http://juniarari.blogspot.com. Jum’at, 18 november 2011.

Senin, 19 Maret 2012

psikologi kepribadian


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Mengingat tentang pengertian Psikologi adalah tentang ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, maka perlu adanya penyederhanaan dalam hal pemahaman kita untuk mempelajari secara spesifik makna psikologi tersebut.
Dalam kaitannya mengenai Psikologi secara lebih spesifik, kita tentu perlu mengenal tentang pribadi atau kepribadian terlebih dahulu untuk selanjutnya mempelajari lebih lanjut mengenai psikologi itu sendiri. Dalam hal tersebut pribadi atau kepribadian sangat luas kaitannya ketika meletakkannya dalam sudut pandang psikologi. Diantaranya adalah kepribadian berdasarkan teori social learning dari Martin Walter Mischel yang dibahas pada makalah ini.
1.2.Rumusan Masalah
“ Bagaimanakah kepribadian seseorang berdasarkan teori social learning dari Martin Walter Mischel”
1.3.Tujuan
Agar kita mengetahui kepribadian berdasarkan teori social learning dari Martin Walter Mischel ini, serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Teori Social Learning dari Martin Walter Mishel
Walter Mischel, seorang peneliti kepribadian lainnya, mengemukakan teori kepribadian dari sudut pandang yang sangat dinamis. Mischel (Carlson, 1993) meyakini bahwa kepribadian seseorang dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan, serta peran kognisinya dalam menentukan bagaimana seseorang mempelajari hubungan antara tingkah laku dan konsekuensinya.
Walter Mischel mengusulkan satu teori belajar sosial cognitive, satu pendekatan unit dasar studi yang bergeser dari individu ke kegiatan cognitive dan tingkah laku dalam hubungannya dengan situasi tertentu. Ia memadukan konsep-konsep dari cognitive dan Psikologi-Sosial ke konsep tingkah laku di dalam hubungannya dengan interaksi seseorang dengan situasi. Secara lebih khusus ia mengusulkan 5 kategori variabel seseorang yang membatasi bagaimana seseorang menerima dan mempersatukan perangsang di dalam lingkungan untuk membantu menerangkan tingkah laku :
1.      Kemampuan penyusunan : kecakapan menyusun (menghasilkan) cognisi dan tingkah laku tertentu. Ini berhubungan dengan : IQ, kompetisi dan kecakapan sosial, intelektual, perkembangan ego, ketrampilan dan kecakapan sosial intelektual. Ini nampak dalam perbedaan belajar yang mula-mula yang mempengaruhi kecakapan penerimaan seorang individu untuk melaksanakan respon yang diperlukan.
2.      Menyusun strategi dan membentuk pribadi : Ini merupakan bagian untuk mengkategorisasikan kejadian-kejadian serta untuk pernyatan diri. Ini melibatkan jangkauan proses informasi dan menekankan pentingnya transformasi cognitive pada stimulus, seperti misalnya perhatian yang selektif, interpretasi dan kategorisasi.
3.      Harapan hasil tingkah laku dan hasil stimulus di dalam situasi tertentu. Harapan seseorang yang bertingkah laku x kepada hasil y adalah inti pokok teori Mischel.
4.      Nilai stimulus yang subyektif : Motivasi dan timbulnya stimulus, insentif dan keengganan. Hal ini mempengaruhi tingkah laku melalui nilai yang diterima dari hasil respon yang tidak menentu.
5.      Sistem pengaturan diri dan perencanaan : Aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penampilan dan organisasi urutan tingkah laku yang kompleks. Sistem pengaturan diri ini didasarkan pada tujuan akhir, mengadakan urutan atas hal-hal yang disenangi, konsekuensi dari kemampuan dan kegagalan dalam mencapai tujuan, akan mempengaruhi keputusan seseorang.
Mischell menganut paham yang sangat radikal. Ia meyakini bahwa kepribadian manusia yang stabil (personality trait) tidak pernah ada, kalaupun ada, tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan (Carlson, 1993). Manusia selalu menyesuaikan sikapnya dengan situasi lingkungannya saat itu. Contohnya saat berada pada sebuah pesta, orang-orang yang mengikutinya akan menjadi lebih ekstrovert, sedangkan saat berada pada pemakaman, mereka akan menjaga keheningan suasananya. Pendapat ini disangkal oleh Epstein (Carlson, 1993) yang berargumen bahwa orang introvert pastilah menghindari perkumpulan sosial seperti pesta. Karena itu yang ditemukan di pesta kebanyakan adalah orang-orang yang ekstrovert. Opini mereka menunjukkan betapa lingkungan memiliki pengaruh terhadap kepribadian.
Mischel menunjukkan bahwa kajian studi setelah gagal untuk mendukung dasar asumsi tradisional teori kepribadian, bahwa perilaku individu yang berkaitan dengan suatu sifat (misalnya kesadaran, sosialisasi) adalah sangat konsisten di berbagai situasi. Sebaliknya, Mischel's analisis mengungkapkan bahwa perilaku individu, ketika dekat diperiksa, sangat bergantung pada isyarat situasional, bukan dinyatakan secara konsisten di seluruh berbagai situasi yang berbeda dalam makna.
Mischel membuat kasus bahwa bidang psikologi kepribadian sedang mencari konsistensi di tempat yang salah. Alih-alih memperlakukan situasi sebagai kebisingan atau "kesalahan pengukuran" dalam psikologi kepribadian, pekerjaan Mischel diusulkan bahwa dengan termasuk situasi seperti yang dirasakan oleh orang dan dengan menganalisis perilaku dalam konteks situasional, konsistensi yang menjadi ciri individu akan ditemukan . Dia berargumen bahwa perbedaan-perbedaan individual ini tidak akan konsisten dinyatakan dalam perilaku situasional lintas, tetapi sebaliknya, ia menyarankan bahwa konsistensi akan ditemukan di berbeda tapi pola stabil jika-maka, situasi-perilaku dalam konteks hubungan yang terbentuk, secara psikologis bermakna "kepribadian tanda tangan "(misalnya," ia melakukan A ketika X, tetapi B ketika Y ").
Mischel mengakui bahwa kategori tersebut terbuka untuk ditambah dan diperbaiki. Setiap faktor akan berinteraksi dengan situasi untuk mempengaruhi tingkah laku. Meskipun tidak ada data empirik yang mendukung pandangan teori belajar sosial cognitive dalam interaksi seseorang dan situasi, Mischel menggambarkan beberapa implikasi yang menarik dan beralasan yang memiliki relevansi bagi murid dalam membuat keputusan di sekolah. Berdasarkan pada anggapannya bahwa lingkungan psikologi mempengaruhi tingkah laku. Akhirnya Michel menekankan perlunya studi tentang tingkah laku sebagai interaksi individu dengan keadaan di dalam lingkungan.


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas mengenai Teori Social Learning dari Marti Walter Mischel ini yaitu ada 5 kategori variabel seseorang yang membatasi bagaimana seseorang menerima dan mempersatukan perangsang di dalam lingkungan untuk membantu menerangkan tingkah laku, yaitu:
1.      Kemampuan penyusunan
2.      Menyusun strategi dan membentuk pribadi
3.      Harapan hasil tingkah laku dan hasil stimulus di dalam situasi tertentu.
4.      Nilai stimulus yang subyektif
5.      Sistem pengaturan diri dan perencanaan
3.2. Saran
Semoga materi pada makalah ini dapat berguna sebagai tambahan materi pembelajaran bagi kita semua, meskipun pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.





DAFTAR PUSTAKA
Yuna. 2009. HUBUNGAN APLIKASI PSIKOLOGI SOSIAL DALAM SITUASI BELAJAR MENGAJAR di KELAS XII SOSIAL 1. http://lembarkeling.blog.com. 06 November 2009.